“Kita pasti bisa melalui hari-hari sulit ini. Asalkan kita
mengetahui tiga syarat utama untuk melaluinya. Yang pertama adalah memohon
pertolongan pada Allah SWT. Allahumma iyya kana'budu wa iya kanasta'in![tujuh
kali]” (Political Statemet, Anis Matta).[1]
Prolog:
Shabibul Zhilal
menyatakan tentang iyya kana'budu wa iya kanasta'in:
“Kehidupan manusia tidak akan tegak diatas
manhaj Allah yang tinggi selama prinsip ini tidak terwujud dalam tashawwur
(pandangan dan persepsi) manusia. Ia wujud dalam tataran perasaan, akhlaq, perilaku
dan amal, tidak sama antara orang-orang yang mengimani akhirat dan orang-orang
yang mengingkarinya. Amal keduanya tidak sama di dunia dan balasan keduanya
tidak sama di akhirat. Inilah persimpangan jalan itu, iyya kana'budu wa iya kanasta'in.” inilah prinsip keyakinan, tidak
ada ibadah kecuali kepada Allah dan tidak ada pertolongan hanyakepada Allah.” [2]
Inilah kekuatan
dari seruan “Allahumma iyya kana'budu wa iya kanasta'in!” Anis Matta menyerukan ini tujuh kali
berulang-ulang, maknanya kekutan pemahaman dan aplikasi dari dari seruan ini
juga menjadi tujuh kali lipat. Sungguh,suatu gelora semangat pergerakan yang
luar biasa.
Sayyid Qutb
melanjutkan, “Seorang Muslim tidak boleh
merasa gentar sekalipun kekuatan sesat inisangat besar atau bertindak
semena-mena. Ia mampu mengalahkannya karena terus berhubungan dengan sumber
pertama ( Allah), dan karena mendapatkan pasokan kekutan dari sumber tunggal
bagi segala kekutan dan kemuliaan.” [3]
Maka, berlakulah ayat Allah:
“…Betapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok
yang banyak dengan izin Allah….(al-Baqarah:
249).
Epilog:
“Tiada suatu nafas berhembus darim,kecuali di situ takdir allah
berlaku padamu. (takdir Allah berlaku bagi setiap hembusan nafasmu.)
Dalam setiap
kandungan nafas manusia itu biasa terjadi sesuatu yang berkaitan dengan
ketaatan maupun kemaksiatan kepada-Nya. Demikian pula dengan kejadian yang
berkaitan dengan pemberian nikmat dan ujian. Dengan kata lain, setiap helaan nafas
yang keluar sebagai sarana (wadah) bagi suatu peristiwa, makajangan sampai ia
digunakan untuk berbuat kemaksiatan dan perbuatan terkutuk lainnya kepada Allah
Ta’ala.
Bagaimana mungin dapat dibayangkan, kalau sesuatu dapat menjadi
hijab atas-Nya, padahal dialah yang menampakkan segaa sesuatu? Bagaimana bisa
dibayangkan, kalau sesuatu mampu menjadi hijab atas-Nya, apabila Dia-lah yang
tampak ada pada segala sesuatu? Bagaimana mungkin dapat dibayangkan, kalau
sesuatu mampu untuk menjadi hiajb atas-Nya,padahal Dia-lah yang terlihat dalam
segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan, kalau sesuatu mampu menajdi
penghalang atas-Nya, padahal Dia-lah Yang Maha tampak atas segala sesuatu? Lalu
bagaimana dapat dibayangkan, ada sesuatu mampu untuk menjadi penghalang
atas-Nya, sedangkan Dia-lah Yang Maha ada sebelum adanya segala sesuatu?
Bagaimana pula bisa dibayangkan, kalau sesuatu mampu menajadipenghalang
bagi-Nya, sementara Dia (keberadaan-Nya) lebih jelas (tampak) dari segala
sesuatu itu sendiri? Dan bagaimana mungkin dia akan dihijab oleh sesuatu,
padahal Dia adalah Yang Maha esa, yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apa
pun. Bagaimana mungkin segala sesuatu akan mampu menghalangi-Ny, jika Dia lebih
dekat kepadamu dari segala sesautu itu sendiri? Bagaimana mungkin Dia bisa
dihalangi oleh sesuatu, sementara apabila tidak ada Dia, niscaya tidak aka nada
segala sesuatu itu? Alangkah mengherankan, bagaimana mungkin keberadaan sesuatu
yang ‘pasti ada’ (Allah) bisa terhalang oleh sesuatu yang (sebelumnya) ‘tidak
ada’ (adam, yaitu makhluk)? Bagaimana mungkin segala sesuatu yang baru
(al-hadists, yaitu makhluk) dapat bersama dengan Zat yang memiliki sifat Qidam
(tidak berpermulaan)?”
Hakikat sesuatu
yang sebelumnya tidak ada (makhluk) itu adalah berupa kegelapan. Sedangkan
wujud Allah Ta’ala itu laksana cahaya yang meneranginya. Pesan ini juga
bermakna bahwa kebenaran (Al-Haq) itu
selamanya tidak akan mampu menyatu dengan kebatilan. Dan kebatilan akan hancur
jika berusaha melawan kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar