Pemberitahuan

Blog ini masih dalam tahap Konstruksi. Mohon Kesabaran dari Pembaca sekalian dan mohon doanya. blog ini adalah tempat kumpulan Tulisan para Asatidz dari seluruh pelosok Nusantara Insya Allah.

Minggu, 17 Maret 2013

Menyelami Makna Pertaubatan Nasional PKS, Bagian terakhir dari tiga tulisan


“Kita pasti bisa melalui hari-hari sulit ini. Asalkan kita mengetahui tiga syarat utama untuk melaluinya. Yang pertama adalah memohon pertolongan pada Allah SWT. Allahumma iyya kana'budu wa iya kanasta'in![tujuh kali]” (Political Statemet, Anis Matta).[1]

Prolog:
Shabibul Zhilal menyatakan  tentang iyya kana'budu wa iya kanasta'in:

Kehidupan manusia tidak akan tegak diatas manhaj Allah yang tinggi selama prinsip ini tidak terwujud dalam tashawwur (pandangan dan persepsi) manusia. Ia wujud dalam tataran perasaan, akhlaq, perilaku dan amal, tidak sama antara orang-orang yang mengimani akhirat dan orang-orang yang mengingkarinya. Amal keduanya tidak sama di dunia dan balasan keduanya tidak sama di akhirat. Inilah persimpangan jalan itu, iyya kana'budu wa iya kanasta'in.” inilah prinsip keyakinan, tidak ada ibadah kecuali kepada Allah dan tidak ada pertolongan hanyakepada Allah.” [2]

Inilah kekuatan dari seruan Allahumma iyya kana'budu wa iya kanasta'in!”  Anis Matta menyerukan ini tujuh kali berulang-ulang, maknanya kekutan pemahaman dan aplikasi dari dari seruan ini juga menjadi tujuh kali lipat. Sungguh,suatu gelora semangat pergerakan yang luar biasa.

Sayyid Qutb melanjutkan, “Seorang Muslim tidak boleh merasa gentar sekalipun kekuatan sesat inisangat besar atau bertindak semena-mena. Ia mampu mengalahkannya karena terus berhubungan dengan sumber pertama ( Allah), dan karena mendapatkan pasokan kekutan dari sumber tunggal bagi segala kekutan dan kemuliaan.” [3]

Maka, berlakulah ayat Allah:

“…Betapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah….(al-Baqarah: 249). 




Epilog:

“Tiada suatu nafas berhembus darim,kecuali di situ takdir allah berlaku padamu. (takdir Allah berlaku bagi setiap hembusan nafasmu.)

Dalam setiap kandungan nafas manusia itu biasa terjadi sesuatu yang berkaitan dengan ketaatan maupun kemaksiatan kepada-Nya. Demikian pula dengan kejadian yang berkaitan dengan pemberian nikmat dan ujian. Dengan kata lain, setiap helaan nafas yang keluar sebagai sarana (wadah) bagi suatu peristiwa, makajangan sampai ia digunakan untuk berbuat kemaksiatan dan perbuatan terkutuk lainnya kepada Allah Ta’ala.

Bagaimana mungin dapat dibayangkan, kalau sesuatu dapat menjadi hijab atas-Nya, padahal dialah yang menampakkan segaa sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan, kalau sesuatu mampu menjadi hijab atas-Nya, apabila Dia-lah yang tampak ada pada segala sesuatu? Bagaimana mungkin dapat dibayangkan, kalau sesuatu mampu untuk menjadi hiajb atas-Nya,padahal Dia-lah yang terlihat dalam segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan, kalau sesuatu mampu menajdi penghalang atas-Nya, padahal Dia-lah Yang Maha tampak atas segala sesuatu? Lalu bagaimana dapat dibayangkan, ada sesuatu mampu untuk menjadi penghalang atas-Nya, sedangkan Dia-lah Yang Maha ada sebelum adanya segala sesuatu? Bagaimana pula bisa dibayangkan, kalau sesuatu mampu menajadipenghalang bagi-Nya, sementara Dia (keberadaan-Nya) lebih jelas (tampak) dari segala sesuatu itu sendiri? Dan bagaimana mungkin dia akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia adalah Yang Maha esa, yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apa pun. Bagaimana mungkin segala sesuatu akan mampu menghalangi-Ny, jika Dia lebih dekat kepadamu dari segala sesautu itu sendiri? Bagaimana mungkin Dia bisa dihalangi oleh sesuatu, sementara apabila tidak ada Dia, niscaya tidak aka nada segala sesuatu itu? Alangkah mengherankan, bagaimana mungkin keberadaan sesuatu yang ‘pasti ada’ (Allah) bisa terhalang oleh sesuatu yang (sebelumnya) ‘tidak ada’ (adam, yaitu makhluk)? Bagaimana mungkin segala sesuatu yang baru (al-hadists, yaitu makhluk) dapat bersama dengan Zat yang memiliki sifat Qidam (tidak berpermulaan)?”

Hakikat sesuatu yang sebelumnya tidak ada (makhluk) itu adalah berupa kegelapan. Sedangkan wujud Allah Ta’ala itu laksana cahaya yang meneranginya. Pesan ini juga bermakna bahwa kebenaran (Al-Haq) itu selamanya tidak akan mampu menyatu dengan kebatilan. Dan kebatilan akan hancur jika berusaha melawan kebenaran.


[2] Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, Sayyid Qutb, Robbani Press Hal-31-32.
[3] Ibid, Hal-32. 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons